Sepotong Senja Pengobat Rindu untuk Anakku


By PANGYAO_Official on 9th Apr 2022
 Image
 Image

Sepotong Senja Pengobat Rindu untuk Anakku

By Endang Dwi Ernawati

 

DAG..DIG..DUG.. detak jantungku. Hari telah tiba, ya hari yang kutunggu-tunggu selama 2 tahun ini . Masa melepas rindu untuk keluarga kecilku, persiapan yang telah lama aku rencanakan.  Pertama kali cuti, sengaja aku tepatkan kepulanganku di hari spesial pangeran kecilku. Ibu akan tepati janji, anakku! Ibu pulang merayakan ulang tahunmu yang ke-4 walaupun cuma 2 minggu. Sesampai di airport Hong Kong,  aku bergegas check-in barang bawaanku. Aku pun lega – check-in, boarding pass dan paspor sudah beres dan akupun sudah berada di dalam gate ruang tunggu pesawat. Supaya tenang dan masih ada waktu, aku telpon suami dan anakku. Anakku yang menerima telpon kulihat senyum ceriamu terpancar jelas di layar handphone-ku, ibu merasakan betapa senangnya hatimu, sampai lonjak-lonjak kulihat kamu begitu gembira. Ibu pulang.... ibuku pulang...(kudengar suara kecilnya). Tak lama kemudian, ada pengumuman untuk masuk pesawat. Aku minta do’a suami dan anakku, semoga selamat sampai Surabaya. Kurang lebih 5 jam perjalanan di udara akhirnya mendarat di Juanda Surabaya. Alhamdullillah akhirnya aku bertemu keluargaku. Akan tetapi, anakku tidak terlihat. Suamiku bilang Tule (panggilan sayang kami ke anak kami) tidak jadi ikut, dia takut mabuk kendaraan (sama sepertiku mabuk kendaraan). Perjalanan 5 jam telah kutempuh dari Juanda ke desaku. Sesampai di rumah sudah subuh, kulihat kamu masih tertidur. Kudekap tubuhmu - tak lama kamu membuka mata. Ini ibu, sayang - mungkin seakan mimpi ya, seolah-olah tidak percaya ibu sudah di dekatmu setelah sekian lama kita tidak bertemu. Dari umurmu yang masih balita 1,5tahun, ibu pergi merantau dengan harapan bisa mengubah ekonomi yang di era ini sulit mendapatkan uang, karena gaji buruh suamiku pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Hari itu kamu juga melepaskan rindumu; kurasakan itu dan kami berpeluk erat, sedikit malu-malu terpancar di senyumanmu, anakku. Anakku saying, anakku cinta. Ulang tahun yang sederhana pun tiba, teman-teman dan sanak-saudaraku berkumpul ikut merayakan. Alhamdulillah berjalan sesuai harapan. Liburan di sekitar rumah di pantai Sine, Kebonrojo, makam Bung Karno, kampung coklat tidak terlewatkan. Senang rasanya bisa bersamamu! Kami menikmati waktu Bersama selama aku di rumah. 2 minggu terasa begitu singkat, waktu yang sekejap. Pagi itu, semua terlihat sibuk di dapur. Ada yang mencabuti bulu ayam, menggoreng bawang merah, kentang, tahu dan ada juga yang membuat jajan dll. untuk acara selamatan di rumahku. Tetangga, sanak keluarga berkumpul bercanda ria memenuhi dapurku. Sekilas berlalu-lalang kulihat pangeran kecilku - dia bermain dengan teman sebayanya, sesekali ke dapur mencuri perhatianku. Kulihat senyum tulus ke arahku. Kubalas juga sembari memanggil nya “Tuleeeeee…”, dan disahut semua orang yang berada di dapur ikutan memanggil nya “Tuleeeeee…”. Ha ha ha haa kami terbahak-bahak bersamaan. Aku rasakan waktu cepat sekali berlalu; lauk pauk, nasi, jajanan, sudah matang semua. Waktu sudah menjelang sore tinggal aku sendiri membersihkan peralatan dapur ditemani pangeran kecilku. Aku memulai bertanya ke anakku:

 

Aku: Tule... Tule pintar sudah besar, kalau sekolah yang pintar, nggeh, ndak boleh nakal sama teman, nurut sama ibu bapak guru.. .

Tuleku: enggeh, Bu… Temanku Azka, dia baik gak nakal kok…

Tuleku: Ayah belum pulang kerja, Bu. Temanku pulang semua, aku sendirian (mimik wajahnya terlihat sedih)

Aku: Bentar lagi paling ayah pulang, Le. Kita makan dulu ya, ibu suapi…

Tuleku: enggeh, Bu... 

Dan aku pun mengambil makan dan menyuapi anakku.

Tuleku: Bu… 

Aku: dalem, Tuleku…

Tuleku: Di rumah temanku semua punya ibu, rumahku tok yang gak ada ibunya…

Ayah: Ibu kan merawat simbah. Kalau ibu di rumah, simbahnya siapa yang merawat. Kan kasihan simbahnya. 

Suamiku yang pulang dari kerja menyahut mencairkan suasana karena aku terbeku menahan tangis dan akupun mengangguk saja sambil menyuapi anakku. 

Aku: Sekolah yang pintar ya, nak - nurut sama ayah…

Tuleku: Iya, Bu.

Aku: Anak pintar!

 

Kemudian aku beserta suami dan anakku ke kuburan mengirim do’a serta pamit ke almarhum ibu mertua dan leluhur - minta do’a restu supaya lancar perjalananku. Setelah itu kami pulang ke rumah. Tetangga, sanak-saudaraku kembali datang ke rumah. Acara selamatan akan di mulai; pertanda aku harus kembali. Ya Alloh, waktunya aku harus berpisah dengan anakku, dua minggu serasa kemarin sore - terlalu cepat berlalu. Setelah acara usai, semua mendo’akanku selamat sampai tujuan... Waktu menunjukkan jam 11 malam, aku pun pamit ke suami dan anakku.. Anakku ternyata tertidur di pangkuan bibiku, dan aku menggendongnya sebentar. Kuelus, kuciumi, kuusap usap rambut tipisnya, kubisikkan kata batinku… Anakku, Tuleku, sayangku…  jaga dirimu baik-baik, sayang. Ibu bersamamu dan selalu menyatu di jiwamu. Aku pun berangkat untuk kembali bekerja. Rasa itu masih terukir jelas di mata... kutatap langit senja dan kulihat wajah lugunya. Anakku, walaupun kita terpisah oleh jarak, namun batin kita menyatu. Sepotong senja seakan mengobati rasa kangenku ingin kuberteriak: 

Tuleeeeeeeeeeeeeeeee.............!!!!!!!!